PEMILU DAN MASA TOBAT (PRAPASKAH) SMA VIANNEY
Satu pengalaman dan peristiwa dalam sejarah perjalanan bangsa kita Indonesia dan permenungan iman Gereja Katolik termeterai dalam momen yang akbar yakni Pemilihan Umum (PEMILU) Rabu 14 Feberuari 2024. Pemilu tahun 2024 di tanah air RI untuk memilih Presiden dan wakil presiden serta para Legislatif DPR, DPD, DPRD I dan DPRD II.
Semakin menarik dari peristiwa Pemilu ini karena Gereja Katolik secara khusus dengan rendah hati menunjukkan sikap hormat dan kepeduliannya akan arti pentingnya PEMILU bagi rakyat Indonesia dan khusunya umat Katolik. Maka melalui pesan resminya Bapak Uskup Kardinal Suharyo dengan tegas mengajak seluruh umat Gereja Katolik di Nusantara ini agar melaksanakan perayaan hari Rabu abu pada Selasa dan Rabu sore hari setelah melaksanakan pemungutan suara di TPS masing-masing. Sekali lagi sikap Pimpinan Gereja Katolik ini semakin membuka mata hati kita bahwa umat katolik / Gereja Katolik harus menunjukkan identitasnya secara total yakni cinta tanah air dan cinta Katolik. Sikap ini mengingatkan kita kembali akan ungkapan Mgr Driyakara SJ : 100 % Katolik dan 100% Indonesia.
Prapaskah
Hari Rabu Abu adalah hari pertama Masa Prapaska, yang menandai bahwa kita memasuki masa tobat 40 hari sebelum Paska. Angka “40″ selalu mempunyai makna rohani sebagai lamanya persiapan. Misalnya, Musa berpuasa 40 hari lamanya sebelum menerima Sepuluh Perintah Allah (lih. Kel 34:28), demikian pula Nabi Elia (lih. 1 raj 19:8). Tuhan Yesus sendiri juga berpuasa selama 40 hari 40 malam di padang gurun sebelum memulai pewartaan-Nya ( Mat 4:2).
Gereja Katolik menerapkan puasa ini selama 6 hari dalam seminggu (hari Minggu tidak dihitung, karena hari Minggu dianggap sebagai peringatan Kebangkitan Yesus), maka masa Puasa berlangsung selama 6 minggu ditambah 4 hari, sehingga genap 40 hari. Dengan demikian, hari pertama puasa jatuh pada hari Rabu. (Paskah terjadi hari Minggu, dikurangi 36 hari (6 minggu), lalu dikurangi lagi 4 hari, dihitung mundur, jatuh pada hari Rabu).
Jadi penentuan awal masa Prapaska pada hari Rabu disebabkan karena penghitungan 40 hari sebelum hari Minggu Paska, tanpa menghitung hari Minggu.
Mengapa Rabu “Abu”?
Abu adalah tanda pertobatan. Kitab Suci mengisahkan abu sebagai tanda pertobatan, misalnya pada pertobatan Niniwe (lih. Yun 3:6). Di atas semua itu, kita diingatkan bahwa kita ini diciptakan dari debu tanah (Lih. Kej 2:7), dan suatu saat nanti kita akan mati dan kembali menjadi debu. Olah karena itu, pada saat menerima abu di gereja, kita mendengar ucapan dari Romo, “Bertobatlah, dan percayalah kepada Injil” atau, “Kamu adalah debu dan akan kembali menjadi debu/ you are dust, and to dust you shall return. (Katolisitas.org).
Solidaritas dan Subsidiartias
Tema Arah Dasar Keuskupan Agung Jakara tahun 2024 adalah Solidaritas dan Subsidiritas. Solidaritas adalah prinsip yang mengajarkan kita untuk saling peduli, mendukung, dan bertanggung jawab satu sama lain sebagai anggota masyarakat. Solidaritas mengajarkan kita untuk berbagi beban, kegembiraan, dan kesedihan bersama, serta berusaha untuk menciptakan keadilan sosial. Sikap dan aksi solidaritas ini sangat kental dalam Injil atau Kitab Suci. “Kehadiran Yesus di dunia, karya bahkan derita-Nya sebagai manusia adalah bukti nyata solidaritas-Nya dengan umat manusia. Puncak solidaritas Yesus kemudian kita saksiskan lewat sengsara, derita di kayu Salib dan wafat-Nya. Seluruh peristiwa hidup-Nya adalah bukti tindakan belarasa dan totalitas kepedulian Allah pada umat manusia. Peristiwa salib dan sengsara yang ditanggung Yesus adalah tanda penebusan/peluanasan utang dosa umat manusia. Kita ditebus dan harkat martabat kita dipulihkan. Bukan hanya dosa dihapus dan pulihkan tetapi lewat wafat dan kebangkitan Yesus kita manusia diselamatkan. Penebusan-Nya menjadikan kita umat-Nya pemilik kerjaan surga mulia. Solidaritas Allah!
Subsidiaritas
Dalam Gereja Katolik, Subsidiaritas adalah prinsip pengorganisasian bahwa segala sesuatunya harus ditangani oleh otoritas kompeten yang terkecil, paling rendah, atau paling tidak terpusat. Keputusan politik harus diambil di tingkat lokal jika memungkinkan, bukan oleh otoritas pusat.[1] Oxford English Dictionary mendefinisikan subsidiaritas sebagai gagasan bahwa otoritas pusat harus memiliki fungsi tambahan, yang hanya melakukan tugas-tugas tersebut yang tidak dapat dilakukan secara efektif pada tingkat yang lebih mendesak atau lokal. Wikipedia.
Subsidiaritas adalah prinsip yang mengajarkan bahwa keputusan dan tanggung jawab harus diberikan kepada tingkat yang lebih rendah dalam masyarakat sejauh mungkin, kecuali jika tingkat yang lebih rendah tidak mampu menangani masalah tersebut. Prinsip subsidiaritas menghormati otonomi dan tanggung jawab individu, keluarga, dan komunitas lokal.
Contoh
Subsidiaritas dipahami sebagai tidak adanya intervensi dari kelompok dengan tingkatan lebih tinggi, misal negara, untuk menentukan hal-hal yang dapat diputuskan secara mandiri oleh kelompok dalam tingkatan lebih rendah, misal komunitas iman dan keluarga. Subsidiaritas menekankan prinsip otonomi, kemerdekaan berpendapat, dan rasa hormat terhadap pribadi manusia yang diwujudkan dalam kemandirian untuk pengambilan keputusan. Di tingkat sekolah misalnya Para Guru/pendidik harus berani mempercayakan/memberikan tugas dan tanggung jawab kepada peserta didik untuk dikerjakan sendiri. Mengurangi campur tangan dan bantuan pengerjaan jika bawahan atau anak-anak mampu dan dapat melakukannya. Prinsip ini hendak menegaskan arti pentingnya penghargaan akan martabat dan kompetensi setiap orang. Masing-masing individu dengan bakat dan potensinya harus didukung dan bantu agar dapat berkembang maksimal.
Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), mengajak kita mensyukuri aneka keunikan dan kekhasan yang dimiliki oleh masing-masing kemunitas iman: paroki, komunitas-komunitas kategorial, komunitas pendidikan, komunitas doa, dan sebagainya; yang dengan satu dan lain cara telah berupaya untuk memberikan sumbangsih mereka untuk memajukan kesejahteraan bersama. Dengan demikian wajah Allah yang penuh belas kasih bagi semua orang semakin nyata.
Allah mengajak kita terlibat untuk menampakkan wajah-Nya yang berbelas kasih sesuai dengan konteks kemasyarakatan yang kita hidupi dan perbedaan kekhasan yang kita miliki.
Keluarga SMA Vianney Jakarta menyambut postif dan semangat ajakan Gereja ini dengan melibatkan peserta didik selama masa pra paskah dengan suka rela mengumpulkan aksi social lewat APP (Aksi Puasa Pembangungan) setiap hari. Dana APP yang terkumpul akan diserahkan kepada Panitia APP KAJ untuk disalurkan untuk membantu saudara-saudari kita yang berkekurangan, terdampak bencana alam baik yang ada di internal Indonesia maupun Luar Negara kita yang membutuhkan. Inilah salah satu bentuk aksi nyata solidaritas dan subsidiaritas peserta didik keluarga besar SMA Vianney tahun 2024 ini.
Selamat menjalani masa pantang dan puasa (masa Prapasakah) 2024. Semangat menyambut Paskah 2024!