Pergantian menteri pendidikan sering disertai pergantian kurikulum pendidikan. Tapi untuk kali ini, tidak ada pergantian kurikulum, hanya ada perubahan pendekatan baru bernama deep learning. Makhluk macam apa pula ini?
Itulah “kabar gembira” yang disampaikan Khristiyono Prahoro Sakti, S.Pd., M.M., M.Biomed., narasumber dalam seminar “Implementasi bagi pelajaran mendalam (deep learning) di kelas” yang diselenggarakan Yayasan Bunda Hati Kudus di aula Tarsisius 1 belum lama ini (15/3). Dalam seminar yang dihadiri para guru SMP dan SMA se-YBHK itu Khristiyono menegaskan bahwa kurikulum merdeka tetap digunakan, namun “disempurnakan” dengan pendekatan baru yakni deep learning.

Tiga pilar
Lebih lanjut penulis buku pada Penerbit Erlangga itu menyampaikan makna deep learning. Deep leraning atau pembelajaran mendalam merupakan pendekatan yang memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan, melalui olah pikir, olah hati, olah rasa dan olah raga secara holistik dan terpadu. “Jadi ada tiga pilar pembelajaran mendalam, yakni terciptanya suasana belajar dan proses belajar yang berkesadaran (mindful learning), bermakna (meaningful learning), dan menggembirakan (joyful learning),” tegasnya.
Mantan pengajar di Pangudi Luhur itu lebih lanjut menjelaskan bahwa pembelajaran berkesadaran itu maksudnya pengalaman belajar peserta didik yang diperoleh ketika mereka memiliki kesadaran untuk menjadi pembelajar yang aktif dan mampu meregulasi diri. “Peserta didik memahami tujuan pembelajaran, termotivasi secara intrinsik untuk belajar, serta aktif mengembangkan strategi belajar untuk mencapai tujuan,” urainya.


Lebih lanjut, pembelajaran bermakna maksudnya peserta didik dapat merasakan manfaat dan relevansi dari hal-hal yang dipelajari untuk kehidupan mereka. Peserta didik mampu mengkonstruksi pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan lama dan menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan nyata.
Sedangkan pembelajaran menggembirakan berwujud pada suasana belajar yang positif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi. Peserta didik merasa dihargai atas keterlibatan dan kontribusinya pada proses pembelajaran. Peserta didik terhubung secara emosisonal, sehingga lebih mudah memahami, mengingat, dan menerapkan pengetahuan. “Ini tidak sama dengan pembelajaran yang sering diselingi dengan ice breaking. Para guru sering keliru memaknai ini. Kalau kebanyakan ice breaking jadinya pembelajaran penuh dengan permainan,” tandas trainer yang sudah melanglangbuana ke berbagai sekolah di Indonesia ini.
Ketiga pilar pembelajaran mendalam ini dialami oleh para siswa melalui olah pikir, olah hati, olah rasa dan olah raga dalam aneka mata pelajaran yang ada. “Hendaknya para guru mengetahui dengan baik hakekat pelajaran yang diampunya lebih berkaitan dengan olah pikir, olah hati, olah rasa, atau olah raga. Jangan sampai pelajaran yang lebih menekankan olahraga malah banyak porsi materi olah pikir. Jangan sampai pelajaran olah raga atau seni membuat anak lebih banyak berpikir dari pada IPA misalnya. Bila perlu olah raga dan seni cukup praktik saja, tidak ada ujian tertulis, biar anak-anak mengalami keseimbangan dalam belajar,” tandasnya mengingatkan.
Kerangka ide deep learning
Lebih lanjut Krsitiyono mengatakan, dalam kerangka ide deep learning, pendekatan baru yang berbeda dari kurikulum merdeka adalah penggunaan Dimensi Profil Lulusan sebagi pengganti Profil Pelajar Pancasila dalam penyusunan modul ajar. Bila dalam Profil Pelajar Pancasila terdapat enam dimensi, dalam Dimensi Profil Lulusan ada delapan dimensi. Enam dimensi mirip dengan sebelumnya, hanya ditambah dua yang baru. “Dimensi profil lulusan merupakan fokus profil lulusan yang akan dicapai, yaitu keimanan dan ketakwaan kepada Yang Maha Esa, kewargaan, kreativitas, penalaran kritis, kolaborasi, kemandirian, kesehatan, dan komunikasi,” jelas konsultan pendidikan ini.
Masih berhubungan dengan kerangka ide deep learning, hal penting lainnya adalah tentang pengalaman belajar peserta didik dalam pembelajaran yakni memahami, mengaplikasi dan merefleksi. Pegalaman belajar dilakukan secara bertahap untuk mencapai level pembelajaran mendalam atau deep learning. “Ini mulai dengan memahami sebagai tahap awal peserta didik untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan agar dapat memahami secara mendalam konsep atau materi dari berbagai sumber dan konteks. Pengetahuan pada fase ini terdiri dari pengetahuan esensial, pengetahuan aplikatif, dan pengetahuan nilai dan karakter,” tandasnya.
Tahapan lanjut yakni mengaplikasi, maksudnya pengalaman belajar yang menunjukkan aktivitas peserta didik mengaplikasi pengetahuan dalam kehidupan secara kontekstual. Para peserta didik memperoleh pengetahuan melalui pendalaman pengetahuan.
Selanjutnya, tahap merefleksi merupakan proses di mana peserta didik mengevaluasi dan memaknai proses serta hasil dari tindakan atau praktik nyata yang telah mereka lakukan. “Tahap refleksi melibatkan regulasi diri sebagai kemampuan individu untuk mengelola proses belajarnya secara mandiri, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap cara belajar mereka,” tegasnya.
Implementasi
Dengan adanya konsep atau pendekatan baru ini, tentu saja penerapan atau implementasi yang dilakukan di lapangan juga terdapat hal-hal baru. Secara umum bagi para guru, pendekatan baru ini menyangkut perencanaan, pelaksanaan dan asesmen. Pada tahap perencanaan pembelajaran mendalam, guru melakukan refleksi terhadap diri sendiri, karakteristik peserta didik, materi pelajaran, sumber daya dan mitra pembelajaran. “Pada tahap ini guru mengidentifikasi kesiapan peserta didik, memahami karakteristik materi pelajaran, serta menentukan dimensi profil lulusan,” tandasnya.
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan prinsip pembelajaran berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan melalui pengalaman belajar memahami, merefleksi. “Pada tahap ini guru merancang pembelajaran dengan prinsip berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan. Guru merancang tahap pembelajaran dengan langkah-langkah kegiatan-kegiatan awal, inti dan penutup. Guru juga mendeskripsikan pengalaman belajar memahami, mengaplikasi, dan merefleksi bagi para siswanya,” urai Krisyono.
Lebih lanjut, ayah 2 anak ini menjelaskan tentang asesmen. “Asesmen tidak hanya berfokus pada penguasaan teori, tetapi juga pada pemahaman konseptual mendalam, ketrampilan berpikir kritis, serta penerapan dalam kehidupan nyata. Asesmen dilakukan pada awal pembelajaran, di tengah proses pembelajaran, dan pada akhir pembelajaran,” tandasnya.
Masih berkaitan dengan implementasi, Khristiyono mengingatkan para guru akan pentingnya rasionalisasi pembelajaran. “Para guru harus membaca dengan teliti rasionalisasi pembelajaran masing-masing bidang studi. Tidak cukup hanya membaca CP dan ATP,” tegasnya.
Pada akhirnya, pendekatan baru deep learning ini bermuara pada meningkatnya kemampuan berpikir anak hingga mencapai level tertinggi / high order thinking skill. Ini merupakan tantangan terbesar dunia pendidikan di Indonesia. Hasil PISA (Program for International Student Assesment) 2022 menunjukkan fakta mengejutkan: lebih dari 99% peserta didik di Indonesia hanya mampu menjawab soal level 1 – 3, dan kurang dari 1% peserta didik bisa menjawab soal level 4 – 6. Menurut Khristiyono, kondisi ini hanya bisa diubah dengan meningkatkan upaya literasi, membiasakan siswa menjawab pertanyaan level 4 – 6, serta mengubah orientasi belajar siswa dari yang berorintasi ujian ke pembelajaran sepanjang hayat dan berorientasi masa depan. “Untuk mendukung hal ini pula, terutama untuk mengubah orientasi belajar siswa, maka sangat tepat ketika ujian nasional dihapuskan,” tegasnya.
Jadi guru visioner
Hal yang menggelitik yang disampaikan oleh Khristiyono adalah dorongan agar para guru menjadi guru visioner. “Untuk pelaksaan deep learning ini perlu guru-guru visioner. Guru visioner itu tidak sama dengan guru provokator. Guru visioner melakukan apa yang dianggapnya benar berdasarkan pemahaman dan pengetahuan yang benar. Ia terkesan melawan arus tapi punya dasar, bukan asal melawan seperti tindakan provokator,” ujarnya. Ia antara lain mencotohkan pengalaman dirinya ketika mengajar biologi di Pangudi Luhur. Ia merasa pelajaran biologi bukanlah pelajaran favorit anak-anak.
“Anak-anak lebih senang belajar matematika, IPA, atau bahasa Inggris,” kenangnya. Ia lalu mengubah paradigma “belajar biologi” menjadi “main biologi”. Ia lalu mempersiapkan banyak lembar kerja biologi untuk kegiatan di kelas maupun di laboratorium. “Saya tidak membuat RPP yang nyatanya tidak saya pakai juga. Saya buat lembar kerja siswa sebanyak-banyaknya,” lanjutnya. Karena tidak pernah membuat RPP itu ia ditegur berkali-kali oleh pimpinan sekolah. Di kemudian hari, justru lembar kerja yang dibuatnya itu diterbitkan oleh Erlangga, hal yang kemudian ikut mengantarnya menjadi penulis buku terbitan Erlangga hingga menembus angka seratusan buku hingga saat ini.
Karena banyak hal yang masih membingungkan dan belum sempat ada pelatihan praktis dalam seminar ini, para guru SMP dan SMA se-YBHK berharap agar diadakan lagi pelatihan praktis untuk menyambut penerapan pendekatan baru deep learning ini. Semuanya dimaksudkan agar guru-guru lebih siap menyambut tahun ajaran baru 2025/2026 nanti. **BenRudy