Realisasikan Toleransi, SMA Vianney Mengikuti Dialog “Agak Lain” Di Gereja Katolik Bojong Indah

SMA Vianney dalam upaya meningkatkan toleransi dan pemahaman antaragama, siswa SMA Vianney mengikuti dialog interaktif bertajuk “Agak Lain” (AGAma Kita Pancasila Indonesia). Kegiatan ini berlangsung pada Sabtu, 28 September 2024, di GKP Lt 4 Sathora. Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber inspiratif, yaitu RD. Hironimus Sridanto Aribowo Nataantaka dan Kiayi Taufik Damas. Peserta dari SMA Vianney sendiri, berjumlah enam siswa dan satu guru pendamping. Diskusi ini mengangkat tema penting, yaitu “Apa Yang Ada di Pikiranmu Saat Mendengar Agama Islam? Emang Katolik dan Islam Itu Bisa Jadi Bestie?”.

Kegiatan ini berpotensi dalam membangun pemahaman toleransi, di tengah keragaman agama. Melalui dialog yang terbuka dan penuh rasa hormat ini, para peserta diharapkan dapat mengeksplorasi pandangan dan pengalaman masing-masing serta menemukan kesamaan yang bisa memperkuat hubungan antar umat beragama. Selain itu, acara ini menjadi ruang bagi pengetahuan, toleransi, dan persahabatan yang lebih dalam antara komunitas Katolik dan Islam.

Sebelum acara dimulai, para tamu undangan disambut dengan berbagai hidangan yang telah disediakan. Suasana akrab dan hangat tercipta, saat para peserta menikmati sajian sambil berbincang. Setelah semua tamu berkumpul, Kiayi Taufik dan Romo Sridanto mengambil panggung untuk memberikan kata sambutan. Sambutan mereka penuh semangat dan harapan, menciptakan suasana yang kondusif untuk saling mengenal dan memperkuat ikatan antar umat beragama.

Dalam acara tersebut, Kiayi Taufik menyampaikan pandangannya dengan tegas, mengingatkan semua peserta bahwa perbedaan dalam agama adalah hal yang wajar dan harus dihormati. Ia berkata, “Apapun perbedaan, agama itu namanya pun beda, bukan hanya namanya tetapi juga sistem keyakinannya, cara ibadahnya, tempat ibadahnya, dan simbol-simbol sakralnya.” Ia kemudian merujuk pada prinsip dalam Islam, “Lakum Diinukum Wa Liyadiin,” yang berarti agama kalian untuk kalian dan agamaku untukku. Kiayi Taufik juga menambahkan bahwa setiap umat beragama memiliki konsep surga dan neraka nya masing-masing, dan oleh karena itu, penting untuk membiarkan setiap orang mengejar visi surga mereka sesuai dengan keyakinan yang mereka anut. Dengan pernyataan ini, ia mengajak semua peserta untuk menghargai keberagaman dan saling mendukung dalam perjalanan spiritual masing-masing, sehingga tercipta suasana saling pengertian dan toleransi antarumat beragama.

Setelah pernyataan Kiayi Taufik, moderator kemudian mengalihkan perhatian kepada Romo Sridanto untuk menjelaskan apa sebenarnya Katolik itu. Romo menjawab dengan dua pendekatan, yakni historis dan spiritual. Ia menjelaskan bahwa “Katolik” berasal dari kata “Katolikus,” yang berarti universal. Hal ini tercermin dalam syahadat, di mana disebutkan, “Aku Percaya akan Gereja yang satu. Satu, kudus, Katolik dan apostolik.” Menurutnya, meskipun istilah “Katolik” mungkin tidak begitu populer di awal sejarah Kekristenan, semua pengikut Yesus Kristus dikenal sebagai “Christian,” yang berasal dari kata Yunani “Christos,” artinya yang diurapi. Yesus, yang diurapi oleh Allah sebagai Tuhan dan manusia, menjadikan semua pengikut-Nya disebut “Christian,” sebagaimana tercantum dalam Injil Lukas.

Romo melanjutkan dengan menjelaskan perjalanan sejarah gereja yang penuh liku, dimulai dari komunitas-komunitas Kristiani awal di Yerusalem, Antiokia, dan Roma. Dengan runtuhnya Yerusalem dan hilangnya jejak Antiokia, Roma menjadi satu-satunya pusat yang tersisa. Kemudian, pada tahun 1054, terjadi perpecahan antara Gereja Katolik Roma dan Gereja Katolik di Timur, yang kini dikenal sebagai Gereja Ortodoks. Romo juga menyinggung peristiwa abad ke-13 yang melibatkan Raja Henry VIII, yang berusaha menikahi Anne Boleyn tanpa izin paus, yang memicu pembentukan Gereja Anglikan.

Ia menyampaikan bahwa meskipun ada banyak perpecahan dalam sejarah, muncul pula tokoh-tokoh seperti Ignatius Loyola, yang berjuang untuk persatuan Gereja Katolik dan menekankan pentingnya kesatuan dalam iman. Dari segi spiritual, Romo Sridanto menekankan bahwa Katolik mengajarkan umatnya untuk hidup dalam kesatuan universal, menghargai keberagaman, dan saling mendukung dalam perjalanan iman. Dengan penjelasan ini, ia berharap para peserta dapat memahami bahwa di balik perbedaan, terdapat panggilan untuk saling menghormati dan mencintai satu sama lain dalam semangat persaudaraan.

Setelah penjelasan dari Romo Sridanto, sesi tanya jawab pun dimulai, di mana para hadirin dapat mengajukan pertanyaan melalui pemindaian QR code yang telah disediakan. Banyak pertanyaan menarik muncul, salah satunya mengenai batasan dalam bertoleransi dan ajaran terkait hal ini dalam Islam. Kiayi Taufik menjawab dengan tegas bahwa Islam sangat mendorong toleransi dan menghormati perbedaan agama. Ia mengungkapkan bahwa contoh nyata dari prinsip ini terdapat dalam tindakan Nabi Muhammad saat beliau membangun masyarakat baru di Madinah, yang diabadikan dalam Piagam Madinah. Piagam ini menunjukkan bahwa Islam, Kristen, dan Yahudi adalah satu umat, di mana setiap individu, terlepas dari agamanya, memiliki tanggung jawab untuk saling melindungi dan menghormati.

Kiayi Taufik menekankan pentingnya memahami Al-Qur’an dan sejarah Nabi dengan baik, karena banyak ajaran intoleransi yang muncul akibat penafsiran yang salah atau pengaruh sejarah yang kelam, seperti Perang Salib. Ia menyerukan kepada semua umat beragama untuk tidak membiarkan luka lama mempengaruhi hubungan mereka di masa kini. “Kita harus meninggalkan luka masa lalu dan fokus pada pembangunan persaudaraan dan persahabatan antar umat beragama,” ujarnya. Dengan demikian, Kiayi Taufik berharap para hadirin dapat melihat bahwa toleransi bukan sekadar konsep, tetapi sebuah praktik yang harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, demi menciptakan masyarakat yang harmonis dan saling menghormati. Saat acara menjelang akhir, suasana semakin meriah dengan penampilan lagu “Khayalanku” yang dinyanyikan oleh Kiayi Taufik. Suaranya yang merdu menggugah semangat seluruh hadirin.

Secara keseluruhan acara dialog “Agak Lain” mengandung energi positif menandakan hadirnya sukacita. Kegiatan ini mengajak seluruh hadirin dan para siswa-siswi SMA Vianney secara khusus, untuk memperoleh pengalaman yang dapat diimplementasikan dalam membangun kerukunan, mencegah konflik, meningkatkan kualitas hidup, dan menghormati hak asasi manusia. *** Tulisan ini sudah dimuat jg di suaramuda.net

(Oleh: Cathrine Kurniawan, X-2)

Scroll to Top